Berawal dari Kesalahpahaman di Taman Sutra Soppeng, Kasus Penganiayaan Asdar Diselesaikan Lewat Keadilan Restoratif Oleh Kejati Sulsel
KEJATI SULSEL, Makassar – Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan, Agus Salim, didampingi oleh Asisten Tindak Pidana Umum (Aspidum) Rizal Syah Nyaman, Kepala Kejaksaan Negeri (Kejari) Soppeng Salehuddin, Koordinator Nurul Hidayat, dan Kasi Oharda Alham, melakukan ekspose perkara dari Kejari Soppeng untuk diselesaikan melalui keadilan restoratif (Restorative Justice/RJ). Ekspose ini dilaksanakan di Kejati Sulsel pada Kamis (24/7/2025). Acara ekspose perkara ini juga diikuti secara virtual oleh Kasi Pidum, Jaksa Fasilitator, dan jajaran Kejari Soppeng.
Kejari Soppeng mengajukan permohonan RJ atas nama tersangka Asdar Wahid Syam (25 tahun) yang melanggar Pasal 351 ayat (1) KUHP (kasus penganiayaan) terhadap korban Rustan bin Mappiase (48 tahun).
Diketahui, tersangka Asdar merupakan tulang punggung keluarga. Ayahnya menderita penyakit stroke sehingga tidak mampu lagi bekerja dan saat ini dijaga oleh ibunya, sementara adiknya masih duduk di bangku SMP. Tersangka juga dikenal sebagai pribadi yang baik dan sering membantu tetangganya, dengan pekerjaan sehari-hari sebagai buruh lepas.
Perkara ini bermula pada hari Sabtu, tanggal 24 Mei 2025. Saat itu, Tersangka Asdar sedang terlibat pertengkaran dengan kekasihnya di Taman Sutra, Jalan Pakanrebete, Kelurahan Lalabata Rilau, Kecamatan Lalabata, Kabupaten Soppeng. Dalam pertengkaran tersebut, tersangka sempat saling berebut handphone dengan saksi Nur Inaya. Korban Rustan yang kebetulan sedang lewat dan melihat kejadian tersebut, mengira tersangka sedang berpelukan dengan kekasihnya. Rustan kemudian bermaksud untuk menegur tersangka agar tidak bermesra-mesraan di depan umum.
Mendengar teguran dari saksi Rustan, tersangka yang sedari awal sudah merasa gusar akibat pertengkarannya merasa tidak terima. Terjadilah adu mulut antara tersangka dengan saksi Rustan. Tersangka yang naik pitam kemudian mendorong saksi Rustan hingga jatuh tersungkur ke atas tanah. Setelah itu, tersangka memukul wajah saksi Rustan sebanyak 3 (tiga) kali dengan menggunakan kepalan tangan sebelah kanan tersangka.
Pengajuan dan pelaksanaan Restorative Justice dalam kasus ini didasarkan pada beberapa alasan kuat sesuai dengan Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif. Di antaranya:
-
Tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana dan bukan residivis.
-
Tindak pidana yang disangkakan kepada tersangka diancam pidana penjara di bawah 5 (lima) tahun.
-
Telah ada kesepakatan perdamaian antara kedua belah pihak, yaitu tersangka dan korban.
-
Masyarakat merespons positif terhadap upaya perdamaian ini.
-
Luka yang diderita korban kondisinya telah pulih dan sembuh ketika proses RJ dilakukan.
Kajati Sulsel, Agus Salim, menyetujui permohonan RJ ini setelah mempertimbangkan syarat dan keadaan yang diatur dalam Peraturan Kejaksaan RI Nomor 15 Tahun 2020 tentang Keadilan Restoratif.
“Kita sudah melihat testimoni korban, tersangka, tokoh masyarakat hingga orang tua kedua tersangka dan korban. Telah memenuhi ketentuan Perja 15, korban sudah memaafkan tersangka. Atas nama pimpinan, kami menyetujui permohonan RJ yang diajukan," kata Agus Salim.
Setelah proses RJ disetujui, Kajati Sulsel meminta jajaran Kejari Soppeng untuk segera menyelesaikan seluruh administrasi perkara dan tersangka segera dibebaskan. "Saya berharap penyelesaian perkara zero transaksional untuk menjaga kepercayaan pimpinan dan publik,” pesan Agus Salim.