Literasi Digital Lewat Jaksa Menyapa, Kasipenkum Kejati Sulsel Ungkap Fenomena dan Dampak Judi Online di Masyarakat

Literasi Digital Lewat Jaksa Menyapa, Kasipenkum Kejati Sulsel Ungkap Fenomena dan Dampak Judi Online di Masyarakat

 

KEJATI SULSEL, Makassar – Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan (Kejati Sulsel) melalui program "Jaksa Menyapa" berkolaborasi dengan Kuliah Kerja Nyata-Terpadu (KKN-T) Hukum Gelombang 114 Universitas Hasanuddin. Mengangkat tema “Penegakan Hukum Terhadap Judi Online: Dalam Kacamata Kejaksaan”, acara ini disiarkan langsung melalui RAZ Radio 99,6 FM dan YouTube RAZ FM Makassar pada Kamis (25/7/2025).

Hadir sebagai narasumber Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Sulsel, Soetarmi, didampingi oleh host Rhisa Azzarah dan A. Besse Rawe R.P. Dalam paparannya, Soetarmi membahas secara komprehensif fenomena, dampak, dasar hukum, serta strategi penegakan dan pencegahan judi online.

Soetarmi menjelaskan bahwa industri judi online telah berkembang menjadi pasar global bernilai miliaran dolar, dengan berbagai perusahaan besar mengoperasikan situs judi dan layanan yang beragam. 

"Judi online adalah segala bentuk perjudian yang dilakukan melalui internet, mudah diakses melalui situs web maupun aplikasi, sering dikemas dalam berbagai bentuk permainan seperti kartu, dadu, atau taruhan olahraga," kata Soetarmi mengawali pemaparannya.

Beberapa faktor utama penyebaran judi online meliputi akses internet yang luas dan murah, iklan masif di media sosial yang sering dikemas menarik sebagai “cuan cepat”, kurangnya literasi digital yang membuat masyarakat sulit membedakan antara hiburan daring dan praktik ilegal, serta kondisi ekonomi sulit yang mendorong sebagian orang mencari jalan pintas.

Kasipenkum Kejati Sulsel menyebutkan dampak negatif judi online sangat merusak, termasuk kehancuran ekonomi pribadi dan keluarga (utang, penjualan aset), gangguan kesehatan mental (depresi, kecemasan, stres), kejahatan turunan seperti pencurian, penipuan, kekerasan rumah tangga, hingga ketergantungan jangka panjang dan efek sosial seperti putus sekolah atau kehilangan pekerjaan. 

"Fenomena pinjaman online untuk judi menciptakan lingkaran setan: kalah judi → pinjam online → gagal bayar → tekanan psikologis dan sosial, yang memerlukan intervensi hukum sekaligus sosial seperti rehabilitasi dan edukasi literasi keuangan," sebut Soetarmi.

Soetarmi menguraikan perbedaan antara "mentransmisikan" (mengunggah/mengirimkan konten secara langsung ke internet) dan "mendistribusikan" (membagikan konten ke pihak lain) dalam UU ITE Pasal 27 ayat 1, yang mengancam pidana penjara paling lama 6 tahun dan denda maksimal 1 miliar rupiah. Ia juga menjelaskan bahwa pengguna bisa termasuk pelaku karena menyuburkan praktik ilegal, namun bila dijebak/terpapar sejak dini, mereka bisa dikategorikan sebagai korban yang memerlukan rehabilitasi. Regulasi membedakan pelaku, penyedia/platform (dijerat lebih berat), dan pihak lain seperti promotor/afiliasi yang bisa dijerat sebagai turut serta atau membantu kejahatan.

Kejaksaan memiliki peran sentral sebagai penuntut umum dalam kasus pidana terkait judi online, melakukan koordinasi lintas lembaga (Kominfo, Polri), dan menyelenggarakan penyuluhan hukum serta edukasi publik.

"Langkah preventif Kejati Sulsel meliputi program Jaksa Masuk Sekolah (JMS), penyuluhan di kampung-kampung hukum, pesantren, dan kelompok masyarakat, serta kemitraan dengan tokoh agama dan media lokal. Harapan jangka panjang dari upaya ini adalah penurunan signifikan angka partisipasi judi online, terciptanya masyarakat yang melek hukum dan digital, serta penegakan hukum berbasis teknologi yang makin adaptif," tutup Soetarmi.

Bagikan tautan ini

Mendengarkan